Desember 11, 2009

Hakekat (dan Seni) versus Karya Obsesif

Urun bahan diskusi dengan pembuktian :


Hakekat (dan Seni) versus Karya Obsesif *

Seni dan kesenian, ialah salah satu bagian kecil dari ranah kebudayaan dan peradaban manusia. Buah upaya seni dan kesenian itu hanya pelengkap awal ketika memulai memahami hakekat keberadaan alam semesta raya (terutama manusia). Tidak ada yang istimewa dari semua karya seni dan perhelatan kesenian apapun, kecuali menyengaja berolah-seni dan berkesenian demi menemui dan menjaga (siri) bukti hakekat (wujud / adam) segala-suatu (opo suwiji-suwiji). Bagi awam, seni bermanfaat bila didasari puja-puji Subhanaka Allohumma. Melalui seni dan kesenian melulu, khusus gerakan 'seni untuk seni', nyaris takkan dapat meraih pencapaian etika, logika, dan estetika; takkan sanggup membuktikan dan menyatakan (kesaksian) atas yang serba benar-baik-indah.

Tanpa menemu (weruh) hakekat kemestian segala-suatu, karya seni dan perjuangan berkesenian hanya bungkus indah, nyaman, atau sekedar gengsi 'pepesan' kosong, yang selalu perlu ditopang promo. Cuma menawarkan konsep beserta wadah, bungkus, atau kemasan ide / gagasan / makna tanpa isi (tan kasunyatan). Sayang, banyak orang-orang pada kecele, mereka jadi kumpulan buih tak siap dipecah ombak, yang hanya menyoal, meng-apresiasi, bahkan hanya membeli karya seni (baik tataran nilai intriksik maupun ekstrinsik wujud karya seni) secara fisik minus kesadaran illahiyah. Dan kesenian yang diharap sebagai peristiwa manusia menuju kesadaran hakiki, hanya menjadi sebuah gema hampa (tak memiliki ruang kesadaran / sengaja) -- itulah mengapa seni dan kesenian berlalu dan bergaya lagi setelah menjadi komoditas ekonomis belaka. Untuk perilaku satu ini, Sang Pemilik Sebab menegur keras para pekerja seni, diwakili dampratan terhadap penyair yang cuma berkeliaran dari lembah ke lembah tiada menemu yang dicari, berperikehidupan obsesif, naif, memuaskan diri tapi tak dapat terpuaskan.

Seni dan kesenian hanya menyentuh otoritas praktis sebagai jubah maupun jembatan sementara untuk sekedar membantu menjelaskan hakekat keberadaan (manusia pemimpin) alam semesta raya. Yang menjadi prioritas sebelum kesungguhan menggarap estetika adalah menemui hakekat penciptaan alam semesta raya, baru kemudian mengurusi / olah (ke)seni(an) sebagai salah satu medium komunikasi antar zaman bagi regenerasi manusia (insan kamil).

Jika dalam keseharian masih dijumpai manusia dan komunitas berjibaku dalam proses penciptaan (karya) seni namun masih ditimbang (-nilai) sebagai gerakan onani (baca dengan bijak: karya obsesif, naif, nanggung), boleh jadi itu betul jika memang si kreator atau para seniman yang bersangkutan tetap (masif) di dalam masa (-ambang) buta hakekat. Dikatakan buta hakekat, kurang-lebih ia masih dalam kondisi tidak berbukti secara hakiki bahwa dirinya mengerti (tau) semestinya mengerti (tau), atau ora weruh saktemene opo anane suwiji-suwiji. Padahal perjalanan pendek kehidupan manusia termasuk telaah kritis terhadap meta-kurikulum panduan (taufiq dan hidayah), simbol, isyaroh, dan peta yang serba mumkin untuk dapat dilalui.

Simbolisasi (penciptaan kode dan mode) maupun ikhtiar penggambaran dalam rupa apa saja di awal jihat memang dianggap lumrah, itu proses-proses alamiah yang tidak melulu harus berkait secara kronologis dan hierarkhis. Seluk-beluk hal ini cukup memadai dengan kawalan prinsip-prinsip syar'i (syara') dan thoriqoh (termasuk juga kancah-laku sufistik dan tasawuf). Yang pasti dapat menguji ukuran suatu perilaku manusia sudah memenuhi kaidah benar-baik-indah (berdasar hukum adat, hukum syara', dan hukum aqol) tidak lain tidak bukan hanyalah tahap akhir pencapaian hakikat yang melampaui hukum wenang. Urusan hakekat tidak hanya bahan-alat-wadah, justru terpenting adalah menuju dengan sengaja untuk berjumpa dengan apapun yang pasti berhakekat, fitrati, dan reflek spontan (dalam arti mumpuni). Menempuh dan menjaga hakekat, merujuk ijtihad ulama salafi, berarti nyata-nyata telah lancar keluar-masuk pada ranah 17 (tujuh belas) macam dimensi / matra / medium. Menemu hakekat berarti juga telah melampaui lafadz dan simbolisasi lafadz. Hanya dengan bahasa wujud, komunikasi-koneksi terus terjadi bahkan sangat sunyi, namun tidak kesepian.

Seperti diungkap dalam ujaran tradisi anti-fitnah : "Odjo pertjojo tembung djarene, nanging weruho (kepangge) udjud saktemene." Maka, siapa pun kita, jika masih buta-hakikat segala suatu, tetapi koq bisa menggarap sari dan bungkus (ke)seni(an), ya itu namanya kita masih sok tau ... hanya saja cukup filosofis, tehnologis, mengkreasi simbol dan isyaroh, agak peka memilih media ungkap untuk memenuhi ekspresi aktual secara individu maupun mewakili komunitas tertentu. Apalah arti cipta-rasa-karsa (ke)seni(an), jika melanglang buana, hanya berputar-putar tanpa paham sebab-akibat, hulu-hilir, awalan dan tujuan antara hingga akhir dari hakekat dan proses penciptaan (apa saja)? Fakta dari dalil naqli dan aqli sudah jelas : Inna syai'an haqeqotan ... segala-suatu menilik hakekatnya.

Tak mengurangi semangat berolah seni dan menghelat peristiwa kesenian, sekarang (waktu, detik) ini adalah saat terbaik untuk menguji diri dengan hakekat-hakekat. Kreator atau seniman, tidak hanya menggambarkan gambaran, tapi penuh andil di awal membangun kesadaran kita beserta generasi manusia berikutnya untuk agar tetap menyengaja dan mengerti dengan membuktikan (menyaksikan, menyatakan) segala wujud-wujud apapun (metafisik hingga fisik), sehingga di antara kita dan mereka banyak yang lebih mampu (sanggup, mumpuni) mengemban misi rahmatan lil 'alamin. Sudah jelas bagi kholifah, bahwa pemimpin butuh (baca: telah) mengenali diri dan apapun yang dipimpin. Amin.

[maafkan kang hand]


Pengingat :
- Inna syai'an haqeqotan ... segala-suatu menilik hakekatnya
- Haqiqot, haq, hakiki
- Hakekat Sang Pencipta (Sang Pemilik Sebab)
- Hakekat penciptaan (wujud) alam semesta (makhluq)
- Hakekat manusia
- Menempuh dan menjaga hakekat





* Kang Hand, 10 Desember 2009 11:00 PM untuk Komentar RSS di blog Dewan Kesenian Sidoarjo, http://dekesda.wordpress.com/2007/10/15/data-sanggar-teater-
seni-di-kabupaten-sidoarjo-tahun-2005/#comment-28

email: akundastudio@yahoo.com
http://akunda75.blogspot.com/
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar